Salah satu hari besar yang dirayakan oleh umat
Hindu adalah hari raya Kuningan. Simak informasi mengenai sejarah dan makna
hari raya Kuningan berikut ini.
Hari raya Kuningan merupakan bagian dari
rangkaian hari raya Galungan yang dirayakan beberapa hari setelah Galungan.
Istilah Kuningan berasal dari kata "uning" yang artinya
"ingat". Kuningan juga berasal dari kata "kuning" yang
artinya "makmur".
Selain itu, Kuningan juga dapat diartikan
sebagai "kauningan" yang artinya mencapai peningkatan spiritual
dengan cara introspeksi agar terhindar dari mara bahaya.
Dilansir detikNews, berdasarkan Surat Edaran
(SE) Gubernur Bali Nomor 422.3/15315/PK/BKPSDM tentang Hari Libur Nasional,
Cuti Bersama dan Dispensasi Hari Raya Suci Hindu di Bali Tahun 2023, Hari Raya
Kuningan 2023 diperingati dua kali pada tahun ini, yaitu 14 Januari 2023 dan 12
Agustus 2023. Lantas, bagaimana sejarah terciptanya hari raya Kuningan?
Berikut ini penjelasan mengenai hari raya
Kuningan yang dikutip dari skripsi berjudul 'Makna dan Tata Cara Upacara Hari
Raya Kuningan dalam Agama Hindu' yang disusun oleh Desy Susanti dari Fakultas
Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
diakses dari situs repository.uinjkt.ac.id pada Rabu (9/10/2023).
Sejarah Hari Raya Kuningan
Hari raya Kuningan dirayakan oleh umat Hindu
sejak sekitar 1.200 tahun yang lalu. Berdasarkan Lontar Purana Bali Dwipa,
Kuningan pertama kali dirayakan tahun 882 Masehi.
Upacara hari raya Kuningan jatuh pada hari Sabtu
Kliwon Wuku Kuningan, yaitu setiap enam bulan sekali atau 210 hari sekali,
sepuluh hari setelah hari raya Galungan.
Hari raya Kuningan merupakan hari kembalinya
Sang Hyang Widhi diiringi para Dewa dan Pitara, di mana umat menghaturkan bakti
memohon kesentosaan dan kedirgayusan (panjang umur), serta perlindungan
tuntunan lahir batin.
Pada hari raya Kuningan, banten (sesajen) yang
dihaturkan umat Hindu harus dilengkapi dengan nasi yang berwarna kuning.
Tujuannya adalah sebagai tanda terima kasih atas kesejahteraan dan kemakmuran
yang dilimpahkan oleh Hyang Widhi Wasa.
Hari raya Kuningan tidak boleh dilakukan
melewati jam 12 siang karena umat Hindu mempercayai para Dewa, Bhatara,
diiringi oleh para Pitara yang turun ke bumi hanya sampai tengah hari saja.
Makna Hari Raya Kuningan
Makna upacara Kuningan bagi kehidupan masyarakat
Hindu yaitu untuk memupuk kasih sayang kepada keluarga serta seluruh ciptaannya
agar terjadi keharmonisan atau disebut juga sebagai hari kasih sayang.
Terutama kasih sayang kepada leluhur dan
pengaplikasiannya kepada keluarga. Hari raya Kuningan juga merupakan perayaan
kemenangan dharma melawan adharma atau kebaikan melawan kejahatan.
Mengutip situs Desa Gobleg, Kab. Buleleng, pada
Hari Raya Kuningan banten atau sesajen pada setiap desa belum tentu sama,
karena memang banten memiliki versi yang beragam. Namun, umumnya pada hari Raya
Kuningan menggunakan upakara sesajen yang berisi simbol tamiang dan endongan,
di mana makna tamiang memiliki lambang perlindungan dan juga melambangkan
perputaran roda alam.
Sedangkan endongan maknanya adalah perbekalan.
Bekal yang paling utama dalam mengarungi kehidupan adalah ilmu pengetahuan dan
bhakti (jnana). Sementara senjata yang paling ampuh adalah ketenangan pikiran.
Sarana lainnya, yakni ter dan sampian gantung.
Ter adalah simbol panah (senjata) karena bentuknya memang menyerupai panah.
Sementara sampian gantung sebagai simbol penolak bala.
Pada hari raya Kuningan juga dibuat nasi kuning
sebagai lambang kemakmuran dan dihaturkan sesajen-sesajen sebagai tanda terima
kasih dan suksmaning idep kita sebagai manusia yang menerima anugerah dari Sang
Hyang Widhi.
Selain itu, pelaksanaan upacara Hari Raya
Kuningan yang dilakukan sebelum tengah hari juga memiliki makna tersendiri.
Batasan tersebut merupakan waktu bagi energi alam semesta (panca mahabhuta:
pertiwi, apah, bayu, teja, akasa) untuk bangkit, yaitu mulai pagi hingga
mencapai klimaksnya di bajeg surya (tengah hari).
Setelah lewat bajeg surya disebut masa pralina
(pengembalian ke asalnya) atau juga dapat dikatakan pada masa itu energi alam
semesta akan menurun dan pada saat sanghyang surya mesineb (malam hari) adalah
saatnya beristirahat (tamasika kala).
Berdasarkan penjelasan tersebut, hari raya
Kuningan bermakna sebagai pengingat bagi umat Hindu untuk selalu ingat menyama
braya, meningkatkan persatuan dan solidaritas sosial, serta diharapkan selalu
ingat kepada lingkungan dan mengucap syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Sumber: https://www.detik.com/jateng/berita/d-6870433/hari-raya-kuningan-2023-sejarah-dan-maknanya.
#DisdukcapilMerajutEkosistem
#7thBerinovasiUntukNegeri
#SalamGemaSanti
@kompascom @detikcom @balebengong @rbkunwas @OmbudsmanBali
@kabarklungkung @infoklungkung_
Macam-Macam Pasal Pencurian Pada KUHP
Jumat, 09 Jun 2023PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEKERASAN KEPADA ANAK DI INDONESIA
Rabu, 08 Feb 2023Kode Transaksi Faktur Pajak, Kenali Jenis dan Saat Penggunaannya
Rabu, 28 Sep 2022Mengenal Undang-Undang ITE
Minggu, 14 May 2023Ingin Ganti Nama? Begini Prosedur Hukumnya
Selasa, 12 May 2020