DAMPINGI Anak Berhadapan Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan BAPAS SOLO UPAYAKAN DIVERSI

03-09-2020 - Balai Pemasyarakatan Kelas I Surakarta — KANWIL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI JAWA TENGAH

Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Kelas I Surakarta melakukan pendampingan upaya diversi terhadap dua Anak yang Berkonflik dengan Hukum berinisial A dan I di kantor Kepolisian Resor Boyolali pada hari Selasa, 01 September 2020.  A dan I diduga melakukan penganiayaan terhadap teman sekolahnya R hingga dikenai Pasal 170 ayat (1) KUHP dan Pasal 80 ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.  Ketiga anak tersebut sama-sama belum genap berusia delapan belas tahun sehingga dalam penanganannya wajib berpedoman pada Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak, diantaranya wajib didampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan. Sejak dimintakan Laporan Penelitian Kemasyarakatan (litmas) oleh pihak penyidik Polres Boyolali pada bulan Juli, Pembimbing Kemasyarakatan terus berupaya untuk mendorong pihak-pihak terkait agar perkara ini dapat diselesaikan melalui Diversi dengan mengutamakan keadilan restoratif (Restorative Justice).

Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana (Pasal 1 poin 7 UU RI No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). Sesuai dengan amanah Undang-Undang, upaya diversi wajib dilakukan pada masing-masing tingkat pemeriksaan baik Penyidikan, Penuntutan maupun Pengadilan. Upaya diversi ini diawali dengan menghadirkan berbagai pihak mulai dari Anak, orang tua Anak, pihak korban, Pembimbing Kemasyarakatan, tokoh masyarakat dan Pekerja Sosial Kabupaten Boyolali untuk menyelesaikan perkara Anak dengan tujuan untuk merestorasi hubungan antara Anak dengan korban. Dalam upaya Diversi tersebut, para pihak yang hadir wajib untuk memperhatikan protokol kesehatan. Saat Diversi berlangsung para pihak diminta untuk menyampaikan pendapat terkait upaya pemulihan kondisi antara Anak dengan korban.

Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Surakarta, Bp. Djoko Hastanto dan Bp. Rebo sebagai wakil fasiitator Diversi memaparkan risalah Laporan Litmas Anak yang telah disusun. Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Surakarta ini menyampaikan bahwa A dan I merupakan pelajar kelas X di sebuah Sekolah Menengah Atas swasta di Kabupaten Boyolali. Mereka dikenal sebagai anak yang baik dan tidak memiliki riwayat kenakalan sebelumnya. Mereka sedang memasuki masa pubertas sehingga cenderung mudah marah dan sulit untuk mengendalikan emosinya. Hanya karena tidak terima pacarnya didekati oleh korban R, A dan I menghajar R hingga mengakibatkan luka memar di wajahnya. Orang tua R tidak terima atas perbuatan A dan I sehingga melaporkan kepada pihak berwajib.  Perbuatan A dan I tersebut tentu melanggar hukum akan tetapi tidak lantas menjadikan A dan I sebagai tersangka yang harus dipidana karena bagaimanapun ketika Anak melakukan pelanggaran hukum mereka tidak hanya dianalogikan sebagai pelaku tetapi juga sebagai korban. Korban dari pola asuh orang tua yang kurang tepat, lingkungan pergaulan yang salah, kurangnya komunikasi dan juga disorientasi sosial. Mereka membutuhkan penanganan yang tepat (appropriate treatment) sebagai konsekuensi atas pelanggaran hukum yang dilakukan. Dalam rekomendasi Litmasnya, Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Surakarta memberikan saran agar perkara Anak diselesaikan secara Diversi dalam bentuk Anak Kembali ke Orang Tua. Tentu saja mengingat anak yang  masih aktif bersekolah maka sanksi sebagai konsekuensi atas pelanggaran hukum yang dilakukan hendaknya bersifat rehabilitatif  dan edukatif bukan punitif. Sanksi  yang diberikan harus mengutamakan asas pelindungan, keadilan, nondiskriminasi dan kepentingan terbaik bagi Anak. Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Surakarta juga menyampaikan permohonan maaf kepada korban dan orang tuanya atas nama A dan I dan meminta agar perkara Anak ini dapat diselesaikan dengan niat yang baik demi kepentingan terbaik Anak di kemudian hari. Setelah mendengar paparan dari Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Surakarta ini, orang tua korban yang semula bersikeras untuk menuntut pihak A dan I akhirnya melunak dan bersedia untuk memaafkan mereka dan tidak akan menuntut secara hukum. Akhirnya para pihak yang hadir sepakat untuk menyelesaikan perkara secara Diversi dalam bentuk Anak Kembali kepada Orang Tua (AKOT) dengan pembimbingan dari Pembimbing Kemasyarakatan Bapas Surakarta. Tidak hanya itu, orang tua A dan I juga  menyerahkan tali asih kepada orang tua R sebagai ganti rugi biaya pengobatan dan selama tiga bulan ke depan A dan I melaksanakan sholat lima waktu berjamaah di masjid terdekat sebagai bentuk kontrol sosial dari masyarakat sekitar.

“Kita memang tidak bisa menentukan masa depan Anak-anak seperti A, I dan R tetapi kita dapat berkontribusi untuk menjauhkan mereka dari pemidanaan, menghindarkan mereka dari stigmatisasi dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk terus belajar dan berkembang menjadi insan penerus pembangun bangsa.”

Penulis: Miranti Nilasari (Bapas Surakarta)

-Bapas Solo Sae-

 

Bagikan berita melalui