The Power of Women dalam Pengarusutamaan Gender

30-07-2018 - Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Kualanamu — Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sumatera Utara

Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day yang jatuh setiap 8 Maret kerap diperingati dengan beragam kegiatan penuh makna. Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean (KPPBC TMP) B Kualanamu tak mau melewatkan hari spesial ini begitu saja. Sebagai kantor yang mengedepankan pengarusutamaan gender (PUG), KPPBC Kualanamu turut memelihara ingatan kolektif tentang hari perempuan dengan menggelar talkshow yang mengusung tema The Power of Women di Aula Cakrawala KPPBC TMP B Kualanamu pada Jumat, (9/3).

Talkshow pun dihadiri oleh para pembicara wanita inspiratif, yakni Kepala Kanwil DJBC Sumatera Utara, Oza Olavia, Dosen UIN Sumatera Utara sekaligus peraih beasiswa Fulbright program, doktor Rahma Fithriyani, dan Kepala Bidang Pengelolaan Kekayaan DJKN Sumatera Utara, Maulina Fahmilita.

Acara pun dibuka dengan penampilan tari nusantara yang dibawakan oleh peserta On The Job Trainingdan karyawan Bea Cukai Kualanamu. Tak lama berselang, grup musik Bea Cukai Kualanamu KNOustic semakin membuat hadirin bersemangat untuk mengikuti acara tersebut. Sesuai dengan tema acara, KNOustic menyuguhkan sebuah lagu bernuansa wanita berjudul Girl on Fire.

Sejumlah pejabat kantor Bea Cukai di beberapa daerah di Sumatera Utara turut hadir dalam acara tersebut. Kepala KPPBC TMP B Kualanamu Bagus Nugroho Tamtomo Putro dalam sambutannya mengatakan, Bea Cukai Kualanamu tengah mengimplementasikan konsep pengarusutamaan gender di lingkungan kantor.

“Bea Cukai Kualanamu bertekad untuk bisa mengembangkan itu (PUG). Terutama tahun depan kami berusaha untuk bisa meng-capture PUG dari sistem penganggaran kami. Karena memang sekitar 20 persen karyawan di sini berisikan para wanita tangguh,” ujar Bagus.

Oza Olavia menjadi pembicara pertama dalam talkshow. Ia mengapresiasi Bea Cukai Kualanamu yang telah menggelar acara peringatan Hari Wanita Internasional yang mengupas masalah PUG ini. Oza memaparkan, gender merupakan sebuah konstruksi sosial yang meliputi peran pria dan wanita yang selama ini diyakini oleh masyarakat. “Gender ini lebih ke perbedaan perilaku, peran mengenai status tanggung jawab laki-laki dan perempuan, ini bukan perbedaan biologis,” ucapnya.
“PUG ini ada satu intinya, yaitu bagaimana memfungsikan laki jadi laki-laki, perempuan jadi perempuan, anak jadi anak, difabel jadi difabel. Di kantor misalnya, ada zona difabel yang dipasang di tangga. Toilet wanita dibedakan dengan pria itu juga bagian dari PUG,” tambah Oza.

“Bagaimana kita melakukan upaya-upaya rasional untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Jadi bukan hanya untuk perempuan tapi juga kaum difabel, anak-anak, dan lainnya,” ujarnya.

Pembicara kedua Rahma Fithriyani berbagi mengenai kisahnya berjuang sebagai seorang ibu, istri, sekaligus mahasiswa pada program doktor di University of New Mexico, Amerika Serikat. Cobaan bertubi-tubi yang dihadapinya tak menghentikan wanita dua orang anak ini dalam meraih mimpinya. Tantangan terberatnya datang ketika sang suami yang bekerja sebagai cleaning service di kampus tempatnya mengenyam S3 kemudian didiagnosa mengidap kanker. Hidupnya terasa hancur lebur. Ia sempat berpikir untuk berhenti dan pulang ke Indonesia. Namun, sang suami tetap menguatkannya untuk terus menyelesaikan studinya.

“Suami saya bilang, kita ke Amerika hanya untuk kamu S3,” kata dia. Dengan dukungan yang besar dari sang suami dan kedua anaknya, Rahma akhirnya mampu meraih gelar doktor dan dinobatkan sebagai salah satu lulusan terbaik. “Tidak ada kekuatan yang lebih dahsyat daripada kekuatan wanita yang bertekat mau maju,” ucapnya.

Pembicara ketiga Maulina Fahmilita pun menekankan tentang semangat pantang menyerah dalam berkarier. Menurutnya, perempuan perlu memiliki jaringan yang luas karena itu bisa menjadi pendorong semangat. “Kalau kerja lalu tidur saja tanpa ada mimpi lain akan maka akan sampai pada titik bosen. Jadi ciptakan hal baru dengan mimpi,” ujarnya. “Saya dua jam per hari menulis. Ada tiga buku yang sudah terbit. Isinya tentang bagaimana perempuan berjuang,” kata dia yang juga seorang psikolog.

Bagikan berita melalui