Penjelasan Menkumham Soal RUU KUHP

06-07-2020 - Badan Strategi Kebijakan Hukum dan Hak Asasi Manusia — Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

 Kepala Balitbangkumham mendampingi Menteri Hukum dan HAM dalam Konferensi Pers terkait RUU KUHP yang tengah menjadi perhatian publik. Menteri Hukum dan HAM menjelaskan perubahan KUHP serta penjelasan untuk masing-masing pasal yang sering dipermasalahkan. Meski Presiden Jokowi telah memerintahkan untuk menunda pengesahan RKUHP, namun Yasonna berpendapat penjelasan ini dilakukan untuk merespon kegelisahan dalam masyarakat.

Berikut penjelasan masing-masing pasal tersebut:

Penghinaan Presiden dan Wapres

Pasal ini sebelumnya tidak ada di KUHP lama, kemudian dicantumkan dalam Pasal 219yang berbunyi“Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Pressiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.”

Menurut Menkumham, pasal ini merupakan delik aduan yang dilakukan secara tertulis oleh presiden atau Wapres dan terdapat pengecualian jika dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri. Istilah penghinaan sebenarnya merujuk pada penyerangan harkat dan martabat presiden yang dilakukan di muka umum dengan tujuan memfitnah. Sehingga, ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik atau pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah.

Yasonna mencontohkan, jika ada masyarakat yang menghinanya karena tidak becus dalam merumuskan perundang-undangan, itu tidak termasuk dalam pasal ini karena menyerangnya sebagai pejabat publik, bukan sebagai persona/ individu.

Bagikan berita melalui