Jasa konstruksi adalah salah satu usaha dalam sektor ekonomi yang berhubungan dengan suatu perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan suatu kegiatan konstruksi untuk membentuk suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Pemanfaatan bangunan tersebut menyangkut kepentingan dan keselamatan masyarakat pengguna bangunan tersebut.
Karena dinilai sebagai salah satu pilihan usaha yang menjanjikan, banyak perusahaan yang memilih bergerak di bidang usaha jasa konstruksi. Sama seperti bidang usaha lainnya, jika dilihat dari sisi perpajakan, jasa kontruksi ini dapat dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh Final) Pasal 4 ayat (2).
Penulis mengangkat permasalahan penurunan penerimaan sektor konstruksi sebagai imbas dari dua peraturan yang berlaku.
Perubahan Peraturan
Pada Februari 2022, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 tahun 2022 yang mengatur penyesuaian tarif penghasilan final atas usaha konstruksi. Penyesuaian dilakukan dengan harapan dapat mendukung iklim usaha sektor konstruksi agar lebih kondusif dan membantu pengusaha sektor konstruksi yang terkena dampak pandemi Covid-19.
Jenis jasa konstruksi yang diatur di dalam PP 9/2022 mengalami perubahan penyebutan jika dibandingkan ketentuan sebelumnya. Pasal 2 ayat (4) PP 9/2022 membagi usaha jasa konstruksi menjadi layanan konsultansi konstruksi, pekerjaan konstruksi, dan pekerjaan kontruksi terintegrasi. Meski terdapat perubahan, tarif PPh Final terhadap penyedia jasa konstruksi yang tidak memiliki sertifikat sebenarnya masih sama dengan ketentuan lama seperti yang diatur dalam PP 51/2008 jo PP 40/2009.
Adapun ketentuan mengenai tarif PPh Final atas penyedia jasa konstruksi yang tidak memiliki sertifikat di bidang konstruksi tercantum dalam pasal 3 ayat (3) huruf b, c, dan g dalam PP 9/2022. Dalam hal penyediaan jasa pekerjaan konstruksi tidak memiliki sertifikat, maka tarif PPh Final yang dikenakan sebesar 4%.
Demikian pula untuk pekerjaan jasa konstruksi terintegrasi yang tidak memiliki sertifikat, tarif PPh Final yang dikenakan sebesar 4%. Sementara bagi penyedia jasa konsultansi konstruksi yang tidak memiliki sertifikat di bidang konstruksi akan dikenakan tarif PPh Final 6%.
Perlu dicatat, meskipun mengatur PPh Final bagi penyedia jasa konstruksi, PP 9/2022 tidak semata-mata menghilangkan kewajiban penyedia jasa konstruksi untuk memiliki sertifikat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang konstruksi (Pasal 6 ayat (7a) PP 9/2022).
Lebih lanjut, PP 9/2022 ini berlaku sejak diundangkan, yaitu sejak tanggal 21 Februari 2022. Untuk kontrak yang dibayar sebelum tanggal 21 Februari 2022 maka tarif mengikuti PP No 51/2008, namun sebaliknya bila kontrak dibuat setelah tanggal 21 Februari 2022 maka tarif mengikuti PP 9/2022.
Pengembalian Pendahuluan
Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 209/PMK.03/2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
PMK tersebut merupakan fasilitas perpajakan yang diberikan dengan tujuan mendorong pertumbuhan kegiatan usaha, keberlangsungan usaha serta kemudahan dalam berusaha bagi wajib pajak/pengusaha kena pajak. Di sisi lain adanya PMK tersebut bisa mengakibatkan penurunan penerimaan di sektor jasa konstruksi bila pemenuhan kewajiban pajak lainnya kurang dioptimalkan.
Hal ini karena wajib pajak jasa konstruksi yang bertransaksi dengan pemungut PPN merupakan kategori wajib pajak persyaratan tertentu yang dapat mengajukan pengembalian pendahuluan PPN dengan batasan maksimal PPN Rp5 miliar dengan jangka waktu penyelesaian maksimal 1 bulan.
Bisa dibayangkan apabila wajib pajak konstruksi berskala besar yang akan terus-menerus mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan setiap masa, namun pihak fiskus tidak dapat mengoptimalkan penggalian potensi di sektor ini.
Aspek Perpajakan Jasa Konstruksi
Dari hasil analisis dan temuan selama melakukan sosialisasi dengan wajib pajak jasa konstruksi di lapangan, terdapat beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan yang sering ditemukan dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya.
Pertama, banyak kewajiban perpajakan yang belum dilakukan oleh wajib pajak jasa konstruksi, antara lain pelaporan dan pembayaran PPh Pasal 21 atas gaji direktur, karyawan dan honor tukang (buruh bangunan) harian dan borongan; tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa/sewa pihak ke-3; tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa lain; tidak melaporkan laporan keuangan/PPh Pasal 25/29; melewati batas waktu pelaporan dan pembayaran pajak-pajak atas jasa konstruksi; dan pengusaha kena pajak (PKP) jasa konstruksi terlambat menerbitkan faktur.
Kedua, adanya kewajiban status PKP yang melekat pada wajib Pajak jasa konstruksi yaitu mereka yang bertransaksi dengan wajib pungut (instansi pemerintah dan BUMN); batasan pengembalian pendahuluan PPN sebesar Rp5 miliar dengan jangka waktu penyelesaian maksimal 1 bulan; banyak wajib pajak jasa konstruksi yang sudah berstatus PKP namun masih melakukan pembelian bahan material dan lainnya kepada wajib pajak non-PKP sehingga Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan; proses administrasi e-faktur yang masih kurang dari mulai pembelian, penginputan, hingga pelaporan SPT masa; serta banyak perusahaan yang sekadar pinjam bendera.
Dampak terhadap Penerimaan Pajak
Pemberlakuan PP 9 tahun 2022 akan menyebabkan penurunan penerimaan pajak dari sektor jasa konstruksi dengan turunnya beberapa tarif PPh Final jasa konstruksi. Hal ini juga ditambah dengan adanya fasilitas PMK-209/PMK.03/2021 mengenai pengembalian pendahuluan bagi wajib pajak jasa konstruksi yang bertransaksi dengan pemungut PPN yang memperlebar ruang batasan nilai lebih bayar menjadi Rp5 miliar.
Penerimaan pajak di suatu kantor pajak yang belum melakukan optimalisasi penggalian potensi di jasa konstruksitentunya akan defisit bila wajib pajak jasa konstruksi melakukan pengembalian pendahuluan.
Untuk menutup defisit tersebut, maka kantor pajak perlu melakukan upaya-upaya seperti penyuluhan hak dan kewajiban kepada wajib pajak jasa konstruksi; penggalian potensi wajib pajak jasa konstruksi; dan pemeriksaan post audit untuk menguji kepatuhan.
Oleh: Rudy Rudiawan , pegawai Direktorat Jenderal PajakSumber : https://pajak.go.id/id/artikel/penurunan-pajak-pada-usaha-jasa-konstruksi
Macam-Macam Pasal Pencurian Pada KUHP
Jumat, 09 Jun 2023PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEKERASAN KEPADA ANAK DI INDONESIA
Rabu, 08 Feb 2023Kode Transaksi Faktur Pajak, Kenali Jenis dan Saat Penggunaannya
Rabu, 28 Sep 2022Mengenal Undang-Undang ITE
Minggu, 14 May 2023Ingin Ganti Nama? Begini Prosedur Hukumnya
Selasa, 12 May 2020