Pacitan, 30 Januari 2025 – Bertempat di aula ruang guru SMAN 1 Tegalombo, Kabupaten Pacitan, Ketua Pengadilan Agama Pacitan mengadakan sosialisasi bertema "Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Sekolah". Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mengenai berbagai bentuk kekerasan yang dapat terjadi di lingkungan sekolah. Dalam pemaparannya, Ketua Pengadilan Agama Pacitan menyoroti beberapa bentuk kekerasan, seperti kekerasan seksual, kekerasan fisik, perundungan, diskriminasi, serta kekerasan psikis. Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mencatat bahwa sepanjang tahun 2024 terdapat lebih dari 2.500 kasus perundungan di sekolah. Angka ini menunjukkan bahwa kekerasan di sekolah masih menjadi permasalahan serius yang perlu segera ditangani.
Sebagai upaya pencegahan, Ketua Pengadilan Agama Pacitan mengusulkan berbagai strategi untuk mengurangi kasus kekerasan di sekolah. Salah satunya adalah dengan mengadakan kampanye anti kekerasan seksual guna meningkatkan kesadaran siswa dan tenaga pendidik. Selain itu, pemberian pemahaman mengenai gender dan pendidikan seksual sejak dini juga dinilai penting untuk membangun pemahaman yang lebih baik terhadap batasan dan hak individu. Materi ini harus disampaikan dengan cara yang bijak dan sesuai dengan usia anak, seperti melalui cerita, ilustrasi, atau diskusi ringan agar lebih mudah dipahami. Sepanjang tahun 2024, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) melaporkan bahwa 60% kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi di lingkungan terdekat, termasuk sekolah dan rumah. Oleh karena itu, sekolah harus aktif dalam melakukan sosialisasi pencegahan kekerasan seksual guna menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman.
Pendekatan hukum juga menjadi faktor penting dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah. Ketua Pengadilan Agama Pacitan menegaskan perlunya tempat pelaporan yang jelas bagi korban kekerasan, sehingga mereka dapat melaporkan kejadian tanpa rasa takut. Selain itu, regulasi yang lebih ketat mengenai tindak kekerasan di sekolah perlu diterapkan agar ada efek jera bagi pelaku. Sepanjang tahun 2024, tercatat bahwa hanya 35% kasus kekerasan seksual di sekolah yang ditindaklanjuti secara hukum, menunjukkan masih adanya celah dalam perlindungan terhadap korban. Beberapa kasus kekerasan di lingkungan sekolah juga dipengaruhi oleh kebiasaan anak dalam menggunakan gadget tanpa pengawasan. Kurangnya perhatian dan waktu dari orang tua membuat anak lebih rentan terpapar konten negatif, yang dapat mempengaruhi perilaku mereka di kehidupan sehari-hari. "Gadget bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga bisa menjadi pintu masuk bagi pengaruh negatif jika tidak diawasi dengan baik oleh orang tua." ujar Ketua Pengadilan Agama Pacitan.
Melalui sosialisasi ini, diharapkan semua pihak, baik guru, siswa, maupun orang tua, dapat lebih aktif dalam mencegah dan menangani kekerasan di lingkungan sekolah. Sekolah juga perlu membentuk tim khusus yang bertanggung jawab terhadap penanganan kasus kekerasan agar korban mendapatkan perlindungan yang optimal. Selain itu, pendekatan yang melibatkan kerja sama dengan pihak kepolisian, lembaga perlindungan anak, serta pemerintah daerah sangat diperlukan. Orang tua juga dihimbau untuk lebih memperhatikan aktivitas anak di dunia digital serta meluangkan waktu berkualitas bersama mereka agar dapat mengurangi risiko anak terpapar konten berbahaya. Dengan upaya bersama, diharapkan lingkungan sekolah menjadi tempat yang lebih aman, nyaman, dan mendukung perkembangan anak secara optimal. NSN
Macam-Macam Pasal Pencurian Pada KUHP
Jumat, 09 Jun 2023Kode Transaksi Faktur Pajak, Kenali Jenis dan Saat Penggunaannya
Rabu, 28 Sep 2022PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEKERASAN KEPADA ANAK DI INDONESIA
Rabu, 08 Feb 2023Mengenal Undang-Undang ITE
Minggu, 14 May 2023Ingin Ganti Nama? Begini Prosedur Hukumnya
Selasa, 12 May 2020