Mengurus Akta Kelahiran Anak dari Perkawinan Poligami Tidak Tercatat

25-01-2025 - Pengadilan Agama Waingapu — PENGADILAN TINGGI AGAMA KUPANG

Mengurus Akta Kelahiran Anak dari Perkawinan Poligami Tidak Tercatat

Contoh kasus seperti ini: Seorang laki-laki beragama Islam mempunyai istri kedua yang dinikahi di bawah tangan atau tidak tercatat di Kantor Urusan Agama. Mereka tidak menikah resmi karena laki-laki itu masih terikat perkawinan dengan istri pertama. Dari pernikahan dengan istri kedua itu telah dikaruniai anak. Anak itu hendak masuk sekolah tetapi terkendala dengan akta kelahiran. Pihak sekolah mensyaratkan adanya akta kelahiran. Bagaimana caranya?

Untuk menjawab persoalan itu, Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan Poin III.A.8 yang berbunyi, “Permohonan itsbat nikah poligami atas dasar nikah sirri meskipun dengan alasan untuk kepentingan anak harus dinyatakan tidak dapat diterima. Untuk menjamin kepentingan anak dapat diajukan permohonan asal usul anak”.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pernikahan dengan istri kedua tidak dapat diitsbatkan atau diajukan pengesahan. Karena untuk melakukan itsbat nikah menurut Pasal 7 Ayat (3) Kompilasi Hukum Islam dipersyaratkan tidak mempunyai halangan pernikahan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 (selanjutnya disebut UU Perkawinan). Pernikahan dengan istri kedua jelas-jelas mempunyai halangan pernikahan menurut UU Perkawinan, sebab pada saat menikah, laki-laki itu masih terikat pernikahan dengan perempuan lain, padahal disebutkan dalam Pasal 9 UU Perkawinan bahwa seorang yang terikat tali pernikahan dengan orang lain tidak dapat menikah lagi, kecuali dalam hal yang tersebut dalam Pasal 3 Ayat (2) dan dalam Pasal 4 UU Perkawinan.

Pasal 3 Ayat (2) dan Pasal 4 UU Perkawinan membolehkan pernikahan kedua bagi orang yang sudah menikah, tetapi itu harus menempuh prosedur mengajukan permohonan izin poligami ke Pengadilan. Pernikahan dalam contoh kasus di atas bukan termasuk dari pengecualian Pasal 3 Ayat (2) dan Pasal 4 UU Perkawinan, karena pernikahan itu dilakukan secara sirri atau tidak tercatat di Kantor Urusan Agama.

Maka jalan yang bisa ditempuh untuk mengurus kepentingan anak adalah mengajukan perkara permohonan asal usul anak. Bagi mereka yang beragama Islam dapat mengajukan perkara tersebut ke Pengadilan Agama tempat mereka berdomisili.

 Beberapa persyaratan yang harus disiapkan sebelum mengajukan perkara adalah Surat Permohonan yang ditandatangani oleh pasangan laki-laki dan perempuan yang bertindak sebagai Pemohon 1 dan Pemohon 2, fotokopi KTP Pemohon 1 dan Pemohon 2 serta sejumlah uang untuk membayar panjar perkara. Setelah semua siap lalu datang ke pengadilan untuk mengajukan perkara. Dalam sidang nantinya akan diminta alat bukti seperti surat atau saksi yang dapat membuktikan adanya perkawinan di bawah tangan. Bila perkara dikabulkan, maka nantinya penetapan pengadilan tersebut dibawa ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat guna mengurus akta kelahiran anak.

Bagikan berita melalui