Dukung Program Amnesti untuk Kemanusiaan, Lapas Bontang Gelar Asesmen Pemberian Amnesti terhadap 211 Narapidana

18-01-2025 - Lembaga Pemasyarakatan Bontang — KANWIL KEMENTERIAN HUKUM RI KALIMANTAN TIMUR

Bontang – Sebanyak 211 Warga Binaan Lapas Kelas IIA Bontang mengikuti asesmen pemberian Amnesti dari Presiden Republik Indonesia. Asesmen ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memberikan pengampunan Presiden kepada sekitar 44.000 narapidana yang memenuhi kriteria tertentu, sebagai langkah dalam mendukung pembinaan yang lebih optimal dan pengurangan overkapasitas di Lapas maupun Rutan, Jumat (17/1/2025) dimana Presiden Prabowo telah menyetujui Pemberian Amnesti untuk Kemanusiaan dan Rekonsiliasi.

Kalapas Bontang, Suranto dan Jajaran telah mengikuti pengarahan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan secara Daring berupa kebijakan pemberian Amnesti dalam rangka Kepentingan Kemanusiaan oleh Presiden RI dengan kriteria.

Kalapas menyampaikan bahwa Pelaksanaan asesmen merupakan bentuk nyata komitmen kami untuk memastikan bahwa pemberian amnesti dilakukan secara tepat sasaran, mengedepankan aspek kemanusiaan, serta mendukung upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan overkapasitas di Lapas,”kami juga ingin memastikan bahwa setiap Warga Binaan mendapatkan pembinaan yang sesuai dengan kebutuhan dan tingkat risikonya,” ungkap Kalapas.

Asesmen yang dilakukan menggunakan Instrumen Screening Penempatan Narapidana bertujuan memilih Narapidana yang layak menerima amnesti. Program amnesti ini menjadi langkah selektif dalam mengurangi angka over kapasitas.

Adapun jenis kasus yang menjadi pertimbangan untuk pemberian amnesti ini mencakup, di antaranya narapidana dengan kondisi kesehatan tertentu seperti sakit berkepanjangan HIV/AIDS dan gangguan kejiwaan.

Kemudian, narapidana yang terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang terkait dengan penghinaan Kepala Negara, narapidana terkait kasus Papua yang tidak terlibat dalam aksi bersenjata, serta amnesti juga diusulkan untuk narapidana narkotika yang seharusnya menjalani rehabilitasi, bukan pidana penjara.

Bagikan berita melalui