Penegakan Hukum Keimigrasian Meningkat: 16 DPO Internasional Ditangkap 2024

14-01-2025 - Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Baubau — KANWIL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM RI SULAWESI TENGGARA

JAKARTA - Sepanjang tahun 2024, Direktorat Jenderal Imigrasi berhasil meringkus 16 orang

buronan internasional yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Interpol. Buron terakhir

yang ditangkap di tahun 2024 adalah YZ, yang merupakan bagian dari sindikat Judol asal

Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Sebelumnya, Ditjen Imigrasi juga sempat menangkap warga

negara asing yang melakukan tindak pidana penipuan, pencucian uang, serta narkotika.

Di tahun yang sama, Imigrasi juga menetapkan sebanyak 130 orang WNA sebagai tersangka

dalam tindak pidana keimigrasian. Angka ini melonjak sebesar 145,2% dibandingkan tahun

2023 dengan 53 tersangka. Sementara itu, Imigrasi mengenakan tindakan administratif

keimigrasian (TAK) terhadap 5.434 WNA di tahun 2024. Jumlah ini naik 98,7% dibandingkan

tahun 2023 di mana jumlah TAK mencapai 2.734 orang. Sebanyak 10.583 orang ditangkal

masuk ke Indonesia pada 2024, naik 58% dibandingkan tahun sebelumnya, di mana sebanyak

6.673 WNA masuk ke dalam daftar tangkal.

“Meningkatnya mobilitas orang asing harus kami sikapi dengan kewaspadaan yang lebih tinggi

terhadap aktivitas mereka. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan keamanan dan ketertiban

di Indonesia,” jelas Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan RI, Agus Andrianto.

Pejabat Imigrasi memiliki wewenang untuk melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian

(TAK) terhadap Warga Negara Asing (WNA) yang berada di wilayah Indonesia dan terbukti

melakukan kegiatan berbahaya atau diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum.

TAK juga dapat dikenakan kepada WNA yang tidak menghormati atau tidak menaati peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Bentuk TAK yang dapat diberikan beragam, mulai dari pencantuman dalam daftar Pencegahan

atau Penangkalan, pembatasan, perubahan, atau pembatalan Izin Tinggal, hingga larangan

berada di tempat tertentu di Indonesia. Selain itu, Imigrasi juga berhak memberlakukan

keharusan bertempat tinggal di lokasi tertentu, pengenaan biaya beban, dan yang paling berat

adalah Deportasi dari Wilayah Indonesia. Deportasi juga dapat dilakukan terhadap WNA yang

berusaha melarikan diri dari ancaman dan pelaksanaan hukuman di negara asalnya, sebagai

upaya penegakan hukum dan menjaga keamanan nasional.

Perubahan Undang-Undang Keimigrasian yang disahkan pada 19 September 2024 juga turut

andil dalam memperkuat landasan penegakan hukum keimigrasian di Indonesia. Kini, warga

negara asing yang melakukan kejahatan di Indonesia dapat ditangkal masuk hingga 10 tahun

atau seumur hidup. Sebelumnya, jangka waktu penangkalan yakni 6 (enam) bulan dan dapat

diperpanjang. Selain itu, dengan perubahan UU Keimigrasian, seseorang yang sudah selesai

menjalani tahap penyidikan dan memasuki tahap tuntutan jaksa dapat dicegah keluar wilayah

Indonesia. Perubahan aturan ini menyesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

40/PUU-IX/2011.

Sebagai bagian dari upaya pengawasan, Direktorat Jenderal Imigrasi telah melaksanakan

operasi pengawasan skala nasional secara berkala pada bulan Mei, Juli, dan September tahun

2024. Operasi ini bertujuan untuk memperkuat pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan

WNA di seluruh wilayah Indonesia.

“Di tahun 2025 ini, Saya instruksikan kepada semua jajaran untuk menggiatkan operasi secara

berkala, memperkuat sinergisitas dengan APH [aparat penegak hukum] lain. Jangan beri celah

orang asing untuk berbuat ulah apalagi melakukan tindak kriminal di negara kita,” tutup Agus.

Bagikan berita melalui