Wakil Ketua PA Bantul Menjadi Narasumber dalam Seminar Pendewasaan Usia Perkawinan

12-11-2024 - Pengadilan Agama Bantul — PENGADILAN TINGGI AGAMA YOGYAKARTA

Pengadilan Agama Bantul diminta sebagai nara sumber dalam sebuah seminar bertajuk Pendewasaan Usia Perkawinan yang diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, bekerjasama dengan DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kegiatan sosialisasi PUP berlangsung pada Rabu (30/8/2023) di Balai Desa Argorejo, Sedayu Bantul dihadiri oleh perangkat desa, tokoh masyarakat, organisasi karang taruna, organisasi kepemudaan dan politik, mahasiswa serta kader PKK lintas agama.

Nara sumber dari DPRD Provinsi DIY, Andriana Wulandari, SE selaku Ketua komisi B Bidang Perekonomian dan Keuangan dalam orasinya menyampaikan mendukung penuh usaha DP3AP2 Provinsi DIY dalam melakukan sosialisasi PUP ke berbagai kecamatan dan kelurahan di wilayah DIY.

Sementara Nara sumber dari DP3AP2 DIY adalah Nita Karlina selaku Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DIY. Dalam paparannya ia menyampaikan data kasus perkawinan dini yang dilakukan setelah mendapatkan Dispensasi kawin dari pengadilan agama se DIY yang jumlahnya mengalami kenaikan setiap tahun.


Nara sumber dari Pengadilan Agama Bantul Muh Irfan Husaeni menjelaskan bahwa naiknya angka perkawinan usia dini karena dinaikkannya batas minimal usia calon pengantin yang semula 16 tahun menjadi 19 tahun sebagaimana dijelaskan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

PUP ini dimaksudkan untuk melindungi generasi penerus bangsa agar aman dari faktor kesehatan khususnya reproduksi untuk perempuan. Juga, faktor ekonomi biasanya pihak laki-laki dalam kasus ini belum mapan secara ekonomi. Selain itu faktor mental/psikologi atau kematangan jiwa.

Terkahir Wakil Ketua PA bantul ini berpesan kepada peserta seminar bahwa untuk mensukseskan PUD perlu melibatkan semua pihak untuk mengoptimalkan peran pengawasan, kurangnya pengawasan berkibat fatal yaitu kehamilan di usia dini baik seponsornya sesama usia SMA/SMP atau laki-laki dewasa atau laki-laki yang sudah berkeluarga.

“Jangan mudah menikahkan anak perempuan dengan laki-laki yang menghamili, untuk menghindar dari kasus hukum maka ia bersedia menikahi korban, namun setelah anak lahir akhirnya ditinggalkan juga, maka menikahi korban itu bisa jadi modus. Maka buat saja laporan Polisi untuk ditindalkanjuti secara proses hukum sehingga Pelaku bisa dijerat Pasal 332 KUHP dengan ancaman 7 tahun penjera karena membawa lari anak di bawah umur” tegas Irfan.(Adit/Humas/IT).

Bagikan berita melalui