Fasilitasi Usulan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial

No. SK: 915 / 071 / Kpts-STDPLY / I.3 / V / 2023

  1. A. Persetujuan Pengelolaan HD diberikan kepada Lembaga Desa.
  2. Persetujuan Pengelolaan HD diberikan kepada 1 (satu) atau gabungan beberapa Lembaga Desa.
  3. Lembaga Desa dalam Pengelolaan HD harus memenuhi ketentuan: a) kepengurusan Lembaga Desa; dan b) penerima manfaat HD.
  4. Kepengurusan Lembaga Desa
  5. Penerima manfaat HD merupakan warga desa setempat
  6. Penerima manfaat HD
  7. Penerima manfaat langsung merupakan penggarap atau pengelola pada areal kerja
  8. Dalam hal penggarap atau pengelola berasal dari luar desa setempat, dapat menjadi penerima manfaat langsung dengan melengkapi surat keterangan garapan dari kepala desa
  9. Penerima manfaat tidak langsung merupakan Masyarakat desa setempat yang bukan penggarap atau pengelola pada areal kerja Persetujuan Pengelolaan HD, namun secara tidak langsung mendapatkan manfaat dari hasil kegiatan pengelolaan HD
  10. B. Persetujuan Pengelolaan HKm dapat diberikan kepada: a) Perseorangan; b) kelompok tani; atau c) koperasi.
  11. Perseorangan dengan ketentuan tergabung atau membentuk kelompok Masyarakat
  12. Kelompok tani berupa kelompok tani hutan atau gabungan kelompok tani hutan
  13. Koperasi dengan ketentuan koperasi setempat yang bergerak di bidang pertanian, hortikultura, peternakan, dan/atau kehutanan
  14. Anggota kelompok Masyarakat dan kelompok tani hutan paling sedikit berjumlah 15 (lima belas) orang
  15. Dalam hal anggota kelompok berjumlah lebih dari 300 (tiga ratus) orang dapat membentuk gabungan kelompok tani hutan
  16. C. Persetujuan Pengelolaan HTR dapat diberikan kepada: a) kelompok tani hutan; b) gabungan kelompok tani hutan; c) koperasi tani hutan; atau d) profesional kehutanan atau Perseorangan yang telah memperoleh pendidikan kehutanan atau bidang ilmu lainnya yang memiliki pengalaman sebagai Pendamping atau penyuluh di bidang kehutanan dengan membentuk kelompok atau koperasi bersama Masyarakat Setempat
  17. Persetujuan Pengelolaan HTR kepada koperasi tani hutan diberikan kepada koperasi setempat yang bergerak di bidang pertanian, hortikultura, peternakan, dan/atau kehutanan
  18. Jumlah anggota kelompok tani hutan paling sedikit 15 (lima belas) orang
  19. Dalam hal anggota kelompok tani hutan berjumlah lebih dari 300 (tiga ratus) orang dapat membentuk gabungan kelompok tani
  20. D. Hutan Adat dapat berasal dari: a) hutan negara; dan/atau b) bukan hutan negara.
  21. Hutan Adat mempunyai fungsi pokok: a) konservasi; b) lindung; dan/atau c) produksi.
  22. Hutan Adat dikelola oleh MHA
  23. MHA harus memenuhi ketentuan: a) ditetapkan dengan peraturan daerah, jika MHA berada dalam kawasan hutan negara; atau b) ditetapkan dengan peraturan daerah atau keputusan gubernur dan/atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya, jika MHA berada di luar kawasan hutan negara
  24. Peraturan daerah dapat berupa: a) peraturan daerah yang memuat substansi pengaturan tata cara pengakuan MHA; atau b) peraturan daerah yang memuat substansi penetapan pengukuhan, pengakuan, dan perlindungan MHA
  25. Dalam hal peraturan daerah hanya memuat substansi pengaturan keberadaan MHA yang wilayahnya berada dalam kawasan hutan negara ditindaklanjuti dengan pembentukan panitia oleh bupati/wali kota untuk melakukan identifikasi dan pemetaan Wilayah Adat dan hasilnya ditetapkan dengan keputusan pengakuan MHA oleh bupati/wali kota
  26. E. Persetujuan kemitraan kehutanan diberikan kepada pemegang perizinan berusaha pemanfaatan kawasan hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan dengan mitra
  27. Mitra merupakan Masyarakat Setempat yang memiliki ketergantungan langsung terhadap areal kerja/areal kelola pemohon dalam bentuk: a) kelompok tani hutan; atau b) gabungan kelompok tani hutan
  28. Mitra berasal dari: a) penduduk yang tinggal di desa sekitar areal perizinan berusaha, penggunaan kawasan hutan atau kawasan Hutan Konservasi; b) Masyarakat yang sudah mengelola areal yang dimohon secara turun temurun atau 5 (lima) tahun terakhir berturut-turut karena kedekatan akses terhadap areal yang dimohon dalam satu kesatuan lanskap hutan yang dinyatakan dengan surat keterangan dari kepala desa atau lurah setempat; c) profesional kehutanan atau Perseorangan yang telah memperoleh pendidikan kehutanan atau bidang ilmu lainnya yang pernah sebagai Pendamping atau penyuluh di bidang kehutanan dengan membentuk kelompok atau koperasi bersama Masyarakat Setempat; dan/atau d) Masyarakat luar desa setempat yang sudah mengelola areal yang dimohon secara turun temurun atau 5 (lima) tahun terakhir berturut-turut yang dinyatakan dengan surat keterangan kepala desa/lurah atau camat setempat.
  29. Mitra dengan ketentuan: a) 1 (satu) keluarga diwakili 1 (satu) orang dengan memberikan kesempatan yang sama baik laki-laki maupun perempuan; dan b) belum terdaftar sebagai pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
  30. Pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan, pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan, atau pengelola Hutan Konservasi melakukan fasilitasi pembentukan kelompok, atau kelompok tani hutan atau gabungan kelompok tani hutan sebagai subjek persetujuan kemitraan kehutanan/Kemitraan Konservasi
  31. Dalam melakukan fasilitasi pembentukan kelompok atau kelompok tani hutan atau gabungan kelompok tani hutan dapat dibantu oleh Pokja PPS

  1. a. Hutan Desa 1) Permohonan Persetujuan Pengelolaan HD diajukan melalui surat permohonan yang ditandatangani oleh: a) ketua Lembaga Desa dan diketahui kepala desa/lurah; atau b) ketua gabungan Lembaga Desa dan diketahui oleh para ketua Lembaga Desa dan para kepala desa/lurah atau camat setempat. 2) Permohonan dilengkapi dengan: a) Perdes atau peraturan lainnya yang setara tentang pembentukan Lembaga Desa secara musyawarah, yang memuat pengaturan pengelolaan HD dengan prinsip pengelolaan hutan lestari untuk kesejahteraan warga desa, kelestarian hutan dan pengelolaan lingkungan hidup; b) keputusan kepala desa atau yang setara tentang susunan pengurus Lembaga Desa; c) daftar nama pengurus Lembaga Desa dan penerima manfaat yang diketahui oleh kepala desa setempat atau yang setara dalam bentuk cetak dan digital; d) fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga pengurus Lembaga Desa; e) gambaran umum wilayah meliputi: 1. keadaan fisik berupa topografi dan penutupan lahan; 2. sosial ekonomi yang menggambarkan jumlah penduduk, jenis kelamin, pekerjaan, dan jumlah kepala keluarga atau demografi desa; 3. potensi kawasan berupa jenis tanaman/hewan yang akan diusahakan, jenis tumbuhan, dan hewan yang ada di dalam areal usulan, biofisik areal usulan, serta identifikasi potensi usaha; dan 4. pada fungsi Ekosistem Gambut memuat informasi usaha yang akan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya; f) pakta integritas bermeterai yang ditandatangani oleh ketua Lembaga Desa atau ketua gabungan Lembaga Desa dan diketahui oleh kepala desa/lurah atau camat bersangkutan; dan g) peta usulan areal yang dimohon dengan skala paling kecil 1:50.000 (satu berbanding lima puluh ribu) yang ditandatangani oleh ketua Lembaga Desa atau ketua gabungan Lembaga Desa dan diketahui oleh kepala KPH atau ketua Pokja PPS dalam bentuk cetakan dan shape file. 3) Permohonan Persetujuan Pengelolaan HD disusun dengan menggunakan format yang ada di Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan no. 09 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. 4) Permohonan Persetujuan Pengelolaan HD disampaikan kepada Menteri, dengan tembusan kepada: a) gubernur; b) bupati/wali kota; c) organisasi perangkat daerah bidang kehutanan; d) kepala UPT; dan e) kepala KPH. 5) Permohonan Persetujuan Pengelolaan HD dapat dilakukan secara: a) manual; atau b) elektronik. 6) Permohonan secara elektronik difasilitasi oleh Pokja PPS. 7) Dalam hal permohonan dilakukan secara elektronik, dokumen fisik permohonan beserta lampiran, disampaikan kepada tim verifikasi teknis pada saat pelaksanaan verifikasi teknis.
  2. b. Hutan Kemasyarakatan (HKm) 1) Permohonan Persetujuan Pengelolaan HKm diajukan melalui surat permohonan yang ditandatangani oleh: a) ketua kelompok Masyarakat; b) ketua kelompok tani atau kelompok tani hutan; c) ketua gabungan kelompok tani hutan; atau d) ketua pengurus koperasi. 2) Permohonan dilengkapi dengan: a) identitas pemohon Persetujuan Pengelolaan HKm meliputi: 1. daftar nama pengurus dan anggota: a. kelompok Masyarakat; b. kelompok tani atau kelompok tani hutan; c. gabungan kelompok tani hutan; atau d. koperasi, yang diketahui oleh kepala desa/lurah, atau camat setempat; dan 2. fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga, dalam bentuk cetak, dan digital; b) gambaran umum wilayah, dapat berupa keadaan fisik wilayah, sosial ekonomi, dan potensi kawasan: 1. keadaan biofisik yang menggambarkan topografi dan penutupan lahan; 2. sosial ekonomi yang menggambarkan jumlah penduduk, jenis kelamin, pekerjaan, dan jumlah kepala keluarga atau demografi desa; 3. potensi kawasan berupa jenis tanaman/hewan yang akan diusahakan, jenis tumbuhan dan hewan dan biofisik yang ada di dalam areal usulan dan identifikasi potensi usaha; dan 4. pada fungsi Ekosistem Gambut memuat informasi usaha yang akan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. c) peta usulan lokasi paling kecil skala 1:50.000 (satu berberbanding lima puluh ribu) yang ditandatangani oleh ketua kelompok, ketua kelompok tani, ketua kelompok tani hutan, ketua gabungan kelompok tani hutan, atau ketua pengurus koperasi pemohon, dan diketahui oleh kepala KPH atau ketua Pokja PPS berupa cetakan dan shape file; d) pakta integritas bermeterai yang ditandatangani oleh ketua kelompok, ketua kelompok tani, ketua kelompok tani hutan, ketua gabungan kelompok tani hutan, atau ketua pengurus koperasi pemohon; dan e) surat pembentukan kelompok kelompok tani, kelompok tani hutan, gabungan kelompok tani hutan, atau akta pendirian koperasi. 3) Permohonan Persetujuan Pengelolaan HKm disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan no. 09 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. 4) Permohonan Persetujuan Pengelolaan HKm disampaikan kepada Menteri, dengan tembusan kepada: a) gubernur; b) bupati/wali kota; c) pimpinan organisasi perangkat daerah provinsi yang membidangi kehutanan; d) kepala UPT; dan e) kepala KPH; 5) Permohonan Persetujuan Pengelolaan HKm dapat dilakukan secara: a. manual; atau b. elektronik. 6) Permohonan secara elektronik difasilitasi oleh Pokja PPS.
  3. c. Hutan Tanaman Rakyat (HTR) 1) Permohonan Persetujuan Pengelolaan HTR diajukan melalui surat yang ditandatangani oleh: a) ketua kelompok tani hutan; b) ketua gabungan kelompok tani hutan; atau c) ketua pengurus koperasi yang melaksanakan kegiatan usaha di bidang kehutanan. 2) Permohonan dilengkapi dengan: a) identitas pemohon Persetujuan Pengelolaan HKm meliputi: 1. daftar nama pengurus dan anggota: a. kelompok tani hutan; b. gabungan kelompok tani hutan; atau c. koperasi, yang diketahui oleh kepala desa/lurah, atau camat setempat; dan 2. fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga, dalam bentuk cetak dan digital; b) gambaran umum wilayah, dapat berupa keadaan fisik wilayah, sosial ekonomi, dan potensi kawasan berupa: 1. keadaan biofisik yang menggambarkan topografi dan penutupan lahan; 2. sosial ekonomi yang menggambarkan jumlah penduduk, jenis kelamin, pekerjaan, dan jumlah kepala keluarga atau demografi desa; 3. potensi kawasan berupa jenis tanaman/hewan yang akan diusahakan, jenis tumbuhan dan hewan dan biofisik yang ada di dalam areal usulan dan identifikasi potensi usaha; dan 4. pada fungsi ekosistem gambut memuat informasi usaha yang akan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya, c) peta peta usulan areal yang dimohon dengan skala minimal skala 1:50.000 (satu berbanding lima puluh ribu) yang ditandatangani oleh ketua kelompok, ketua kelompok tani hutan, ketua gabungan kelompok tani hutan, atau ketua pengurus koperasi pemohon dan diketahui oleh kepala KPH atau ketua Pokja PPS berupa cetakan dan shape file; d) pakta Integritas bermeterai yang ditandatangani oleh ketua kelompok, ketua kelompok tani hutan, ketua gabungan kelompok tani hutan, atau ketua pengurus koperasi pemohon; dan e) surat pembentukan kelompok, kelompok tani hutan, gabungan kelompok tani hutan, atau akta pendirian koperasi. 3) Permohonan Persetujuan Pengelolaan HTR disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan no. 09 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. 4) Permohonan Persetujuan Pengelolaan HTR disampaikan kepada Menteri, dengan tembusan kepada: a. gubernur; b. bupati/wali kota; c. pimpinan organisasi perangkat daerah provinsi yang membidangi kehutanan; d. kepala UPT; dan e. kepala KPH. 5) Permohonan Persetujuan Pengelolaan HTR dapat dilakukan secara: a. manual; atau b. elektronik. Permohonan secara elektronik difasilitasi oleh Pokja PPS.
  4. d. Hutan Adat (HA); 1) Penetapan status Hutan Adat dilakukan melalui permohonan kepada Menteri oleh pemangku adat dengan tembusan kepada: a) bupati/wali kota; b) organisasi perangkat daerah provinsi bidang lingkungan hidup dan/atau kehutanan; c) organisasi perangkat daerah kabupaten/kota yang membidangi lingkungan hidup; dan d) unit pelaksana teknis terkait Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2) Permohonan dilengkapi dengan persyaratan: a) identitas MHA berupa kartu tanda penduduk yang memuat: 1. nama MHA; 2. nama ketua MHA; dan 3. alamat domisili ketua MHA, b) peta Wilayah Adat yang ditandatangani ketua MHA; c) peraturan daerah dan/atau keputusan gubernur/bupati/wali kota tentang pengukuhan MHA; dan d) surat pernyataan yang ditandatangani ketua MHA yang memuat: 1. penegasan bahwa areal yang diusulkan berada dalam Wilayah Adat pemohon; dan 2. persetujuan penetapan fungsi Hutan Adat yang diusulkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3) Surat pernyataan disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan no. 09 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. 4) Surat permohonan penetapan status Hutan Adat disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan no. 09 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.
  5. e. Kemitraan Kehutanan Tahapan Persetujuan Kemitraan Kehutanan 1) Persetujuan Kemitraan Kehutanan meliputi tahapan: a) sosialisasi Persetujuan Kemitraan Kehutanan; b) pembentukan dan penguatan kelembagaan kelompok; dan c) penyusunan naskah kesepakatan kerja sama. 2) Sosialisasi Persetujuan Kemitraan Kehutanan dilakukan kepada calon mitra oleh: a) Direktur Jenderal; b) organisasi perangkat daerah yang membidangi kehutanan; c) kepala UPT; d) pengelola hutan; e) pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan; dan/atau f) pemegang persetujuan penggunaan kawasan. 3) Sosialisasi dapat dibantu oleh Pokja PPS. 4) Materi sosialisasi berisi tujuan kemitraan, hak dan kewajiban para pihak, Pendampingan, pengawasan, pelaporan, dan pengendalian yang akan dituangkan dalam naskah kesepakatan kerja sama. 4) Pembentukan dan penguatan kelembagaan kelompok calon mitra dilaksanakan oleh pengelola hutan, pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan. 5) Pembentukan dan penguatan kelembagaan kelompok difasilitasi oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah atau Pokja PPS. 6) Pembentukan dan penguatan kelembagaan kelompok meliputi kegiatan: a) penyusunan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga kelompok; b) membuat rencana pemanfaatan lahan dan pemetaan areal Persetujuan Kemitraan Kehutanan; dan c) pembentukan koperasi. 7) Naskah kesepakatan kerja sama berisi kesepakatan antara pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan dengan kelompok Masyarakat. 8) Naskah kesepakatan kerja sama paling sedikit memuat: a) identitas para pihak yang bermitra; b) areal kemitraan dan peta; c) rencana dan objek kegiatan kemitraan; d) biaya kegiatan; e) hak dan kewajiban para pihak; f) jangka waktu kemitraan; g) pembagian hasil; dan h) penyelesaian perselisihan. 9) Identitas para pihak yang bermitra berisi: a) identitas pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan atau persetujuan penggunaan kawasan hutan meliputi: 1. nama pimpinan perizinan berusaha pemanfaatan hutan atau persetujuan penggunaan kawasan hutan yang menandatangani perjanjian; 2. kartu tanda penduduk/nomor induk kependudukan; 3. alamat pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan atau persetujuan penggunaan kawasan hutan yang menandatangani perjanjian; 4. nama jabatan; dan 5. nama pengelola atau perusahaan pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan atau persetujuan penggunaan kawasan hutan; dan b) identitas anggota kelompok calon mitra dan nama pengurus. 10) Areal kemitraan dan petanya memuat informasi: a) nama kampung, desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi; dan b) batas areal kerja pengelola atau pemegang perizinan berusaha pemanfaatan hutan atau persetujuan penggunaan kawasan hutan, dan batas lokasi kemitraan. 11) Peta dibuat secara partisipatif dalam bentuk digital dan cetakan. 12) Rencana kegiatan kemitraan berisi: a) rencana jangka pendek meliputi kegiatan dan target yang akan dilaksanakan dalam 1 (satu) tahun, lokasi kegiatan, tata waktu, pembiayaan, pelaksana kegiatan; dan b) rencana jangka panjang 10 (sepuluh) tahunan meliputi pengembangan kelembagaan kelompok Masyarakat, pengembangan ekonomi Masyarakat Setempat, tata waktu dan peran para pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kemitraan. 13) Objek kegiatan kemitraan berisi: a) membangun hutan tanaman kayu atau hasil hutan bukan kayu melalui kegiatan penyiapan lahan, persemaian, pembibitan, penanaman, pengadaan sarana produksi, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, distribusi dan pemasaran; dan b) membangun jasa lingkungan hutan seperti ekowisata, jasa tata air dan keanekaragaman hayati. 14) Biaya kegiatan ditentukan secara bersama-sama antara para pihak yang bermitra. 15) Hak dan kewajiban para pihak disepakati bersama oleh para pihak. 16) Pembagian hasil dari keuntungan bersih setelah dikurangi biaya modal dari masing-masing pihak, diatur: a) dalam hal lokasi Persetujuan Kemitraan Kehutanan telah ada aset atau modal pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan, pembagian hasil dari keuntungan bersih paling banyak 80% (delapan puluh persen) untuk pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan dan paling sedikit 20% (dua puluh persen) untuk Masyarakat; b) dalam hal lokasi Persetujuan Kemitraan Kehutanan telah ada aset atau modal Masyarakat, pembagian hasil dari keuntungan bersih paling banyak 20% (dua puluh persen) untuk pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan dan paling sedikit 80% (delapan puluh persen) untuk Masyarakat; atau c) dalam hal lokasi Persetujuan Kemitraan Kehutanan belum ada tanaman, pembagian hasil dari keuntungan bersih sebesar 50% (lima puluh persen) untuk pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan dan 50% (lima puluh persen) untuk Masyarakat atau sesuai kesepakatan. 17) Penyelesaian perselisihan berisi: a) uraian langkah-langkah yang akan ditempuh dalam hal terjadi perselisihan diantara pihak yang bermitra pada pelaksanaan kemitraan; dan b) menggunakan mediator penyelesaian perselisihan dan dapat difasilitasi oleh Pokja PPS atau lembaga adat atau Pemerintah atau pemerintah daerah dengan prinsip musyawarah mufakat. 18) Naskah kesepakatan kerja sama yang dibuat oleh para pihak yang bermitra dan berisi kesepakatan antara pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan dengan kelompok Masyarakat dengan dibubuhi meterai yang cukup, diketahui oleh kepala desa atau camat atau lembaga adat setempat, dan disaksikan oleh pihak lainnya. 19) Naskah kesepakatan kerja sama dibuat rangkap 2 (dua) dan masing-masing mempunyai kekuatan hukum yang sama. 20) Naskah kesepakatan kerja sama disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan no. 09 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. Tata Cara Permohonan Persetujuan Kemitraan Kehutanan 1) Permohonan Persetujuan Kemitraan Kehutanan diajukan oleh pemegang perizinan berusaha Pemanfaatan Hutan atau pemegang persetujuan penggunaan kawasan hutan. 2) Permohonan Persetujuan Kemitraan Kehutanan dilengkapi dengan: a) naskah kesepakatan kerja sama; b) peta areal yang dimohon untuk Persetujuan Kemitraan Kehutanan yang ditandatangani kedua belah pihak dalam bentuk cetak dan format shape; c) daftar pengurus dan anggota kelompok tani hutan, dan gabungan kelompok tani hutan yang ditandatangani oleh kepala desa dalam bentuk cetak dan digital format excel; dan d) fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga. 3) Permohonan disampaikan kepada Menteri, dengan tembusan kepada: a) gubernur; b) bupati/wali kota; c) pimpinan organisasi perangkat daerah provinsi yang membidangi kehutanan; d) kepala UPT; dan e) kepala KPH. 4) Permohonan Persetujuan Kemitraan Kehutanan dapat dilakukan secara: a) manual; atau b) elektronik. 5) Permohonan Persetujuan Kemitraan Kehutanan secara elektronik dapat difasilitasi oleh Pokja PPS. 6) Permohonan Persetujuan Kemitraan Kehutanan disusun dengan menggunakan format permohonan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Hutan no. 09 tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial.

21 Hari kerja

Tidak dipungut biaya

Dokumen Usulan Perhutanan Sosial

Email : kphnunukan@gmail.com

Instagram : uptd_kph_nunukan

Website : kphnunukan.kaltaraprov.go.id

FB : Uptd Kph Nunukan

UPTD KPH Nunukan Jl. Pattimura, Gang Belimbing, RT. 11, Kelurahan Nunukan Timur, Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.
Anda juga dapat menyampaikan pengaduan, aspirasi, maupun permintaan informasi melalui aplikasi LAPOR!

Melalui LAPOR!, Anda dapat menyampaikan permasalahan pelayanan publik yang Anda temui dalam satu kanal sehingga laporanmu dapat kami sampaikan ke instansi terkait.

Website LAPOR! Unduh di Play Store Unduh di App Store

Email : kphnunukan@gmail.com Instagram : uptd_kph_nunukan Website : kphnunukan.kaltaraprov.go.id FB : Uptd Kph Nunukan

Isu dan Keluhan

Klik banner dibawah untuk melaporkan masalah Pelayanan Publik "Fasilitasi Usulan Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial"