Depok - Gratifikasi merupakan salah satu bentuk pemberian dalam bentuk uang, barang, diskon, fasilitas, atau kemudahan lainnya yang diterima oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara negara. Gratifikasi tidak memandang baik diterima di dalam negeri, di luar negeri, menggunakan sarana elektronik, atau tanpa sarana elektronik. Dalam konteks pemerintahan dan sektor publik, gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan tugas serta tanggung jawab dapat berpotensi menjadi tindakan korupsi.
Menolak gratifikasi bukan hanya sekadar mematuhi aturan hukum, tetapi juga mencerminkan komitmen untuk menjaga integritas dan transparansi dalam bekerja. Tolak gratifikasi dilakukan antara lain untuk mencegah korupsi, menjaga independensi dan profesionalisme, membangun kepercayaan publik, serta menciptakan budaya integritas di lingkungan kerja. Gratifikasi dapat menjadi pintu bagi praktik korupsi yang lebih luas, seperti suap dan penyalahgunaan wewenang. Dengan menolak gratifikasi, kita dapat bekerja secara objektif tanpa adanya tekanan atau konflik kepentingan.
Di Indonesia, gratifikasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. PPATK sendiri telah mengeluarkan Peraturan PPATK No. 16 Tahun 2021 tentang Pelaporan Gratifikasi. Sebagai bentuk nyata dalam mendorong terciptanya aparatur yang bersih dan berintegritas tinggi sesuai dengan prinsip good governance, PPATK juga telah mengeluarkan Komitmen PPATK Terhadap Pengendalian Gratifikasi Tahun 2025. Salah satu poin dalam komitmen tersebut adalah apabila terdapat pihak-pihak yang mengetahui adanya Pejabat/Pegawai PPATK yang meminta/menerima gratifikasi dalam bentuk yang telah dijelaskan dengan mengatasnamakan pribadi maupun PPATK, maka dapat melapor melalui Whistleblowing System PPATK dengan alamat https://wbs.ppatk.go.id. Dengan adanya regulasi ini, diharapkan kesadaran akan pentingnya menolak gratifikasi semakin meningkat, baik bagi Pejabat/Pegawai PPATK maupun masyarakat.
Pusdiklat APU-PPT sebagai bagian dari PPATK dan unit kerja yang telah meraih predikat Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) menjadi contoh nyata dalam penerapan budaya menolak gratifikasi. Dengan komitmen tinggi dalam menjaga integritas, Pusdiklat APU-PPT terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada pegawai serta peserta diklat untuk menanamkan nilai-nilai anti-korupsi dalam setiap aspek pekerjaan. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa membangun lingkungan kerja yang bersih dari gratifikasi bukanlah hal yang mustahil jika didukung oleh seluruh elemen organisasi.
Menolak gratifikasi adalah langkah penting dalam membangun budaya kerja yang bersih, transparan, dan berintegritas. Dengan memahami risiko gratifikasi serta mematuhi regulasi yang berlaku, kita dapat berkontribusi dalam menciptakan lingkungan kerja yang bebas dari praktik korupsi. Mari bersama-sama menanamkan nilai-nilai integritas dan berani mengatakan “Tolak Gratifikasi!” demi masa depan yang lebih baik. (arf)